Wisata Alam Maluku Utara


Gunung Gamalama merupakan salah satu gunung api yang ada di Provinsi Maluku Utara. Selain gunung ini, masih ada Gunung Gamkonora di Kabupaten Halmahera Barat, Gunung Ibu dan Gunung Dakona yang berada di Kabupaten Halmahera Utara, dan Gunung Kiebesi di Halmahera Selatan. Gunung Gamalama sendiri terletak di Pulau Ternate dan memiliki ketinggian sekitar 1.715 m dpl (di atas permukaan laut).
Gunung Gamalama, yang juga kerap disebut sebagai puncak Ternate, merupakan sebuah stratovolkano, yakni gunung berapi yang tinggi dan mengerucut, yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras. Gunung yang berdiameter 11 km ini, memiliki danau kawah dan kawah ganda. Gunung Gamalama, juga merupakan salah satu gunung api di Indonesia yang masih aktif. Seperti yang tertulis dalam www.geocities.com, sejak tahun 1538 M hingga saat ini, Gunung Gamalama telah menyemburkan laharnya lebih dari 70 kali. Enam di antaranya, menyebabkan bencana alam, yakni pada tahun 1771—1772 yang menewaskan sekitar 30 orang, sekitar 1.300 orang yang tewas akibat gelombang badai yang disebabkan letusan di tahun 1775, dan letusan di tahun 1962 memakan korban sekitar lima orang. Terakhir kali, gunung ini memuntahkan isi perutnya pada tahun 2003 namun tidak memakan korban.
Di dalam masyarakat Ternate sendiri, terdapat sebuah ritual mengelilingi Gunung Gamalama. Dalam ritual bernama Kololi Kie ini, masyarakat mengelilingi Gunung Gamalama, seraya memanjatkan doa untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan rakyat Ternate. Selain itu, Kololi Kie juga merupakan upacara penghormatan terhadap para leluhur Ternate. Kololi Kie sendiri, diadakan sekali dalam setahun, setiap bulan April.
Oleh masyarakat setempat, Gunung Gamalama dipercaya memiliki banyak nilai-nilai keramat. Tak heran jika banyak mitos yang beredar, dan semakin memperkuat kekeramatan gunung ini. Semisal, masyarakat setempat selalu menyarankan pada sebuah tim yang berencana mendaki Gunung Gamalama agar memiliki jumlah anggota yang genap. Sebelum mendaki pun, sebisa mungkin untuk berdoa, agar tidak mengalami halangan dalam perjalanan.
Meski terkesan berbahaya, namun Gunung Gamalama menyimpan pesona kecantikan yang luar biasa. Maka, tak heran jika banyak para penjelajah alam yang sangat tertarik untuk mendaki gunung ini. Hamparan kebun cengkeh dan pala, akan menemani para pendaki selama perjalanan menuju puncak. Begitu sampai di puncak gunung, para pendaki dapat melihat landscape Pulau Ternate. Tak hanya itu, beberapa pulau lainnya, seperti Pulau Tidore, Pulau Halmahera, dan Pulau Maitara, dapat terlihat dari sini.
Selain pemandangan yang mempesona, para pendaki juga akan menemui tempat-tempat unik di gunung tersebut. Di antaranya adalah mata air dalam lekukan batu seluas loyang besar, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan mata air Abdas. Konon, mata air ini dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Maka, tak heran jika masyarakat Ternate begitu mengkeramatkan mata air ini. Sehingga, ada aturan tertentu untuk mengambil air dari mata air Abdas, yakni tidak boleh berebutan, dan tiap-tiap orang hanya diperbolehkan mengambil satu botol.
Selain mata air Abdas, tempat menarik lainnya adalah kuburan leluhur masyarakat Ternate, yang sudah berumur ratusan tahun. Belum diketahui, kenapa kuburan tersebut bisa ada di puncak Gunung Gamalama. Namun yang pasti, masyarakat Ternate sangat mengeramatkan kuburan tersebut. Banyak masyarakat Ternate yang mendaki Gunung Gamalama untuk berziarah di makam leluhur ini.
Gunung Gamalama terletak di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, Indonesia. Jika ingin melakukan pendakian, jalur pendakian dapat diakses dari beberapa desa di sekitarnya, seperti Desa Moya, Desa Malikurubu, dan Desa Akehuda. Namun, dari ketiga desa ini, jika ingin jalur pendakian termudah dapat melalui Desa Mayo.
Kota Ternate dapat dicapai dengan menggunakan pesawat maupun kapal laut. Jika ingin menggunakan pesawat, beberapa maskapai ada yang memiliki rute Jakarta—Manado—Ternate, dan Jakarta—Makassar—Ternate. Jika ingin menggunakan kapal laut, PT. Pelni memiliki rute yang menghampiri Ternate sekali dalam seminggu. Dari pusat Kota Ternate, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan ke desa Moya dengan menggunakan angkutan umum. Perjalanan ini, memakan waktu sekitar 30 menit.
Untuk mendaki Gunung Gamalama pengunjung tidak dikenakan biaya apapun.
Dalam rute pendakian menuju puncak Gunung Gamalama, para pendaki akan menjupai tiga pos yang kerap digunakan sebagai tempat beristirahat. Di Desa Moya, hanya ada satu warung kecil. Oleh karena itu, disarankan kepada para pendaki untuk melengkapi perbekalan secukupnya. Selain itu, apabila memerlukan penginapan sebelum atau sesudah pendakian, wisatawan dapat dengan mudah memperolehnya di pusat Kota Ternat.

 Makanan Khas Maluku Utara ( Ternate )

Gatang Kenari Ternat


 
Gatang Kenari Ternate Yang dimaksud dengan Gatang Kenari Kepiting Kenari Yang merupakan salah satu masakan khas daerah Maluku Utara. Setiap masakan Ternate melibatkan kenari baik sebagai bumbu ulek, maupun dirajang.

Gohu Ikan Ternate

 

 
Gohu Ikan Ternate Gohu Ikan adalah salah satu makhan khas Ternate yang sangat enak ,pada umumnya di Ternate gohu ikan dibuat dari ikan tuna (yellowfin tuna = Thunnus albacares).


Papeda Ternate Yang Dimaksud Papeda Ternate adalah makanan Khas Maluku utara boleh dibilang bubur sagu. Sepintas tampak seperti bubur sumsum biasa, warnanya putih, dan teksturnya lengket seperti bubur (pastinya tanpa bahan pengawet).

Ringkasan

 


Maluku utara adalah surga tropis di Indonesia bagian timur.
Inilah tempat wisata bahari, budaya, purbakala, sejarah, dan ada istiadat. Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yaitu Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore.
Ibu kota Maluku Utara terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara. Sejak 4 Agustus 2010 daerah ini menggantikan kota terbesarnya, Ternate, yang berfungsi sebagai ibu kota sementara selama 11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur di Sofifi.
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil yang tersebar di perairan yang menakjubkan. Pulau yang telah dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah.
Salah pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Dodola. Pulau ini adalah contoh dari pantai tropis yang indah. Pasir putih seluas 16 km mengelilingi pantai dengan airnya yang jernih. Di pulau ini, pengunjung dapat melakukan banyak kegiatan menarik seperti berenang, berjemur, dan menyelam. Pulau Maitara juga menawarkan kehidupan laut yang fantastis. Pulau ini terletak di tengah Pulau Tidore dan Ternate.
Maluku Utara memiliki objek wisata bahari berupa pulau-pulau dan pantai yang indah dengan taman laut serta jenis ikan hias beragam jenis.
Wisata alam seperti batu lubang tersebar hampir di seluruh wilayah. Ada juga hutan wisata sekaligus taman nasional dengan spesies endemik ranking ke 10 di dunia.
Kawasan suaka alam yang terdiri dari beberapa jenis, baik di daratan maupun di perairan laut seperti Cagar Alam Gunung Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam Taliabu di Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho.
Kawasan Cagar Alam Budaya yang memiliki nilai sejarah kepurbakalaan tersebar di wilayah Provinsi Maluku Utara meliputi cagar alam budaya di Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmaerah Utara.

Sejarah
Ternate dan Tidore telah dikunjungi para pedagang dari berbagai negara sejak abad ke-16. Bangsa-bangsa Eropa memburu rempah-rempah yang berharga saat itu dan berupaya memonopolinya. Saat ini Rempah-rempah ini masih dianggap berharga tapi tidak seberharga seperti sebelumnya. Pala  dan cengkeh  berlimpah di sini yang digunakan sebagai bumbu masakan dan permen.
Peninggalan-peninggalan sejarah masa silam antara lain Kadaton Sultan Ternate dan Kadaton Sultan Tidore. Anda dapat melihat warisan kekayaan budaya dan sejarahnya di museum dan kedaton. Anda dapat mengunjungi bangunan yang fantastis yaitu Masjid Sultan yang berbentuk piramida, masjid ini terletak di sebelah selatan istana di Ternate.

Masyarakat dan Budaya
Seperti di Maluku, masyarakat di sini multietnik terdiri dari 28 sub etnis dengan 29 bahasa lokal. Maluku Utara didominasi oleh Muslim.
Corak kehidupan sosial budaya masyarakat di provinsi Maluku Utara secara umum sangat tipikal yaitu perkawinan antara ciri budaya lokal Maluku Utara dan budaya Islam yang dianut empat kesultanan Islam di Maluku Utara pada masa lalu.
Kehidupan masyarakat Maluku Utara dipengaruhi oleh kondisi wilayahnya yang terdiri dari laut dan kepulauan, perbukitan, dan hutan-hutan tropis. Desa-desa di Maluku Utara umumnya terletak di pesisir pantai dan sebagian besar lainnya berada di pulau-pulau kecil. Oleh sebab itu, pola kehidupan seperti menangkap ikan, berburu, bercocok tanaman, dan berdagang masih sangat mewarnai dinamika kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Maluku Utara.

Kuliner

Karena didominasi oleh muslim Anda dapat menemukan banyak makanan halal disini. Tentunya makanan laut berlimpah di sini. Berbagai hidangan nasi dan ikan atut Anda coba. Cicipi juga minuman dingin khas saat cuaca panas.
Makanan khas di Ternate yaitu papeda seperti juga di Papua dapat Anda cicipi di sini. Selain itu ada juga ketam kenari, halua kenari, bagea, ikan asap fufu, dan gohu ikan.

 



Danau Bersejarah Di Maluku Utara

Danau Tolire adalah danau yang terletak di Ternate, Maluku Utara. Danau yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Ternate ini, selain bentuknya unik juga memiliki cerita legenda yang menarik. Danau Tolire berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertingi di Maluku Utara. Danau itu sendiri terdiri dari dua buah. Masyarakat setempat menyebutnya Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter.
Dari kedua danau ini, Danau Tolire Besar memiliki keunikan tersendiri. Danau ini menyerupai loyang raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukaan air danau dengan kedalaman sekitar 50 meter dan luas sekitar 5 hektare. Sementara kedalaman danau itu sendiri hingga kini tidak diketahui. Sampai saat ini belum ada yang mengukur kedalaman danau ini. Tetapi menurut cerita leluhur, kedalamannya berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut.
Air tawar di Danau Tolire Besar merupakan tempat tinggal bagi berbagai macam ikan. Namun, warga masyarakat setempat tidak ada yang berani menangkap ikan atau mandi di danau itu. Mereka meyakini bahwa danau yang airnya berwarna coklat kekuning-kuningan itu, dihuni oleh banyak buaya siluman.
Keunikan lain dari danau ini adalah kalau melempar sesuatu ke danau, bagaimana pun kuatnya lemparan dengan menggunakan batu atau benda lain, misalnya, tidak akan pernah menyentuh air danau. Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar. Barangkali mereka yang pertama kali berkunjung ke danau itu, tidak akan percaya dengan fakta itu.
Namun, mereka boleh mencoba melemparnya setelah membeli batu yang banyak dijual di pinggir danau seharga Rp 1.000 untuk lima biji batu. Sejauh ini tidak seorang pun mampu melemparkan batu-batu itu hingga menyentuh permukaan air danau.
Menurut warga masyarakat setempat, banyak harta karun tersimpan di dasar Danau Tolire Besar. Harta karun ini milik masyarakat Kesultanan Ternate saat Portugis menjajah Ternate abad ke-15. Masyarakat Ternate saat itu banyak membuang hartanya yang berharga ke dalam danau agar tak dirampas tentara Portugis.
Sejauh ini belum ada instansi atau pihak tertentu yang melakukan penyelidikan secara khusus atas kebenaran pengakuan masyarakat itu. Namun beberapa waktu lalu, seorang anggota Brimob dengan menggunakan sonar mendeteksi benda-benda yang ada di dasar danau. Hasilnya, terindikasi ada benda-benda logam berada di dasar danau.
Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil, menurut cerita masyarakat setempat, dulunya adalah sebuah kampung yang masyarakatnya hidup sejahtera. Kampung ini kemudian dikutuk menjadi danau oleh penguasa alam semesta, karena salah seorang ayah di kampung itu menghamili anak gadisnya sendiri.
Saat ayah dan anak gadisnya yang dihamilinya itu akan melarikan diri ke luar kampung, tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri anjlok dan berubah menjadi danau. Danau Tolire Besar dipercaya sebagai tempat si ayah. Sedangkan Danau Tolire Kecil diyakini sebagai tempat si gadis.
Untuk mengunjungi Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil, tidaklah sulit. Untuk mencapai tempat itu hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit dari pusat kota Ternate, dengan menggunakan mobil carteran Rp 250.000 per hari, atau menyewa ojek sepeda motor dengan tarif Rp 10.000 per jam.
Saat mengunjungi Danau Tolire Besar, banyak obyek wisata lainnya yang bisa dinikmati, seperti keindahan panorama puncak Gunung Gamalama, sejumlah benteng peninggalan Portugis dan makan Sultan Babullah, Sultan Ternate yang paling terkenal - yang terdapat di jalan menuju danau tersebut.
Selain itu, wisatawan dapat pula menikmati keindahan pasir putih Pantai Sulamadaha, yang terletak hanya sekitar tiga kilometer dari Danau Tolire Besar. Dari sini, pengunjung juga bisa menyewa perahu untuk memancing ikan atau pergi menyelam menyaksikan keindahan panaroma bawah laut di sekitar pantai itu.
Danau Ngade
Danau Ngade merupakan danau vulkanis yang berada di dekat Ngada. Permukaan air danau ini menjadi tempat tumbuh tanaman lotus. Kawasan di sekitar danau merupakan tempat yang menyenangkan untuk kegiatan berjalan-jalan. Di depan pintu masuk menuju danau terdapat Taman Eva yang ramai dikunjungi wisatawan pada hari Minggu. Taman ini memiliki pemandangan yang indah ke arah teluk dan juga Pulau Tidore. 

Budaya Ternate

benda cagar budaya sebagai aset daerah


Benda Cagar Budaya (BCB) sebagai tinggalan sejarah adalah merupakan salah satu sumber potensial dalam pengenalan budaya khususnya budaya suatu daerah tertentu. Selain itu BCB juga merupakan warisan budaya yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam.
Harus diakui bahwa kesadaran akan kepentingan sejarah di masyarakat Indonesia baru berkembang pada beberapa dekade terakhir ini. Pengetahuan sejarah sangat berperan dalam pengembangan kepribadian bangsa. Namun demikian bukan berarti dengan mengetahui nilai-nilai lalu kita harus mengembalikan cara hidup yang lama ke masa kini.
Sejarah memberi sejumlah pengetahuan tentang nilai-nilai kearifan lokal terutama kepada generasi muda yang cenderung terreduksi nilai dan moral budayanya saat ini. Menumbuhkan kesadaran sejarah adalah upaya menumbuhkan identitas dan jati diri bangsa yang berbudaya. Tak heran sang proklamator “Bung Karno” selalu berpesan “Jangan Pernah Melupakan Sejarah”.
Sadar atau tidak, sejarah negeri ini menyimpan begitu banyak cerita yang tak pernah uzur. Fakta masa lalu yang hingga kini masih dapat kita lihat dan nikmati adalah benteng-benteng tinggalan bangsa Eropa, merupakan bukti betapa kekayaan negeri ini dengan cengkeh-palanya menggoda orang-orang Eropa untuk datang mencari “barang berharga” negeri ini serta nafas segar kemerdekaan yang kita rasakan kini merupakan hasil keringat dan darah dari mereka yang tengah ‘berbisik dari heningnya malam’, yang telah terbujur kaku, kata Chairil Anwar.
Jika perseptif tentang sejarah seperti ini tumbuh di tengah-tengah hiruk-pikuknya globalisasi yang cenderung mengikis identitas bangsa tentunya kesadaran akan budaya dan jati diri sebagai bangsa yang terhormat dan bermartabat dapat mewujud dalam setiap sikap generasi kita.
Melalui kegiatan wisata sejarah Matahati, merupakan bagian dari upaya kami dalam melestarikan nilai-nilai sejarah dan budaya lokal Maluku Utara, mendapat tanggapan dan antusiasme dari generasi muda Maluku Utara. Akhirnya kami sampaikan selamat menikmati keunikan budaya dan sejarah Moloku Kie Raha dalam teropong wisata sejarah. Semoga bermanfaat.

Benteng Tolucco


Benteng ini semula dibangun oleh Francisco Serao (Portugis) pada tahun 1540, kemudian direnovasi oleh Pieter Both (Belanda) pada tahun 1610. Benteng ini sering disebut benteng Holandia atau Santo Lucas, terletak di bagian utara pusat kota Ternate, dengan arah hadap 800 LU. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1661 mengizinkan Sultan Madarsyah untuk menempati benteng ini dengan kekuatan pasukan sebanyak 160 orang. Letak benteng Tolucco di kelurahan Dufa-dufa yang berjarak 2 km.

Pada dinding sebelah kiri setelah pintu masuk terdapat pahatán lambang yang hingga kini belum diketahui makna pahatán tersebut. Jika melihat kondisi benteng saat ini, secara sepintas nampak baik adalah karena benteng ini pernah dipugar pada tahun 1996. Pemugaran yang dilakukan pada beberapa bagian telah menghilangkan keaslian bangunan. Hal mana dicontohkan dengan hilangnya bukti terowongan bawah tanah yang terhubung langsung dengan laut, yang menurut masyarakat sekitar bermula dari ruangan bawah dalam benteng. Begitupun dengan beberapa penambalan bagian-bagian yang terlepas dari bangunan, yang menggunakan bahan baku modern secara menonjol. Tereduksinya keaslian benteng akibat dari pemugaran yang pernah dilakukan dengan jelas akan mengurangi aspek informasi yang dapat ditunjukkan oleh data artefak secara kontekstual.

Benteng Kalamata

Benteng Kalamata sering juga disebut benteng Santa Lucia atau juga benteng Kayu Merah. Benteng ini semula dibangun oleh Pigafetta (Portugis) pada tahun 1540, kemudian dipugar oleh Pieter Both (Belanda) pada tahun 1609. Pada tahun 1625 benteng ini pernah dikosongkan oleh Geen Huigen Schapenham, kemudian tahun 1672 oleh Gils van Zeist.
Benteng yang dikosongkan ini kemudian diduduki oleh bangsa Spanyol hingga tahun 1663. Setelah diduduki oleh Belanda, benteng ini diperbaiki oleh Mayor von Lutnow pada tahun 1799. Nama benteng Kalamata diambil dari nama seorang Pangeran Ternate yang meninggal di Makassar pada bulan Maret 1676.

Jika dilihat dari atas, maka bentuk keseluruhannya juga akan menimbulkan multi interpretasi, pada benteng yang terletak di Kelurahan Kayu Merah ini. Dari kondisi fisik saat ini setelah dipugar nampak seperti bangunan baru, sehingga sulit untuk menilai keaslian tinggalannya. Terlebih laporan tentang pemugaran yang dilakukan tidak dapat diakses oleh masyarakat luas, sehingga kelengkapan informasi tentang Benteng Kalamata sangat minim dirasakan.
Benteng yang oleh penduduk setempat disebut dengan benteng Kota Janji ini dibangun oleh penguasa Portugis di suatu lokasi pada ketinggian 50 meter dari permukaan laut di sebelah utara Kelurahan Ngade. Di benteng ini pernah bertemu dua kolom pasukan yang dibagi oleh Don Pedro de Acuna, Gubernur Jenderal Spanyol di Filipina yang pada tanggal 15 Januari 1606 mulai berlayar ke Maluku dan pada 26 Maret tiba di Teluk Talangame. Pertemuan dua kolom pasukan yang terkoordinir dengan baik ini adalah dalam rangka serangan gabungan antara orang Spanyol dan orang Tidore terhadap Ternate yang dimulai pada waktu subuh tanggal 1 April 1606. Pada saat serangan terjadi benteng ini baru saja dibangun.

Dalam serangan tersebut, Don Pedro mengerahkan prajurit lapangannya pada posisi untuk mengadakan pagar penembakan dan sekaligus mengetahui bahwa orang Ternate banyak mempunyai meriam besar untuk membalas tembakan mereka. Gerakan Spanyol yang menjadi ancaman pada benteng, menjadikan para pembela benteng berspekulasi keluar dari tembok untuk bertempur satu lawan satu. Pada siang harinya prajurit pertahanan tersebut menjadi lelah dan banyak yang menyerah, sehingga orang Spanyol mendapatkan kemenangan.

Dari benteng inilah Don Pedro mengalihkan prajuritnya untuk mengepung Kastil dan kota Gammalamma, markas besar dan tempat tinggal Sultan Ternate pada masa itu. Namun sebelum orang Spanyol sampai ke tempatnya (Kastil), Sultan Said (cucu Sultan Khairun) telah pergi (Anonim,1992:84). Pada tahun 1610 benteng ini oleh penguasa Spanyol dilengkapi dengan 6 meriam dan dihuni oleh 27 orang Spanyol, 20 orang Portugis dan beberapa orang Filipina.

Kondisi benteng saat ini secara fisik struktur batuannya masih dalam keadaan baik, meski pernah terjadi keruntuhan tembok dindingnya (Foto 46). Ini dimungkinkan pernah ada renovasi terhadap benteng San Pedro y San Pablo. Jika telah ada renovasi, yang tidak diketahui kapan tepatnya, maka upaya tersebut telah menghilangkan keaslian bahan baku penunjangnya. Ini dikarenakan bentuk yang ada sekarang secara kasat mata masih sangat kasar, sehingga tidak mencerminkan bangunan benteng bersejarah. Hanya struktur kolam di depan benteng sajalah yang masih terlihat keasliannya. Termasuk lubang sumur dekat dinding barat daya benteng ini.

Benteng Oranje



Benteng ini dibangun pada tahun 1607 oleh Cornelis Matelief de Jonge (Belanda) dan diberi nama oleh Francois Wittert pada tahun 1609. Benteng Orange ini semula berasal dari bekas sebuah benteng tua yang didirikan oleh orang Melayu dan diberi nama Benteng Malayo. Di dalam benteng ini pernah menjadi pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) yaitu Pieter Both, Herald Reynst, Laurenz Reaal, dan Jan P. Coen. Di benteng ini pernah pula dijadikan sebagai markas besar VOC di Hindia Belanda hingga Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen memindahkan markas besarnya ke Batavia pada tahun 1619. Benteng ini mampu menunjukkan kemampuan manfaaat daya pertahanannya terhadap serangan Spanyol, ketika Spanyol menyeberang secara diam-diam pada malam hari dari benteng Gammalamma (Kastela) melalui lorong yang sukar dengan 250 orang tiba di benteng Oranje waktu subuh, dapat dipukul mundur oleh Belanda dalam pertempuran seru satu lawan satu. Belanda dengan empat puluh orang prajuritnya yang dibantu oleh sekitar seratus orang Ternate mampu mempertahankan benteng. Perang di benteng Oranje tahun 1606 ternyata merupakan pertempuran serius antara Belanda dan Spanyol di daerah itu.

Tembok benteng yang berbahan baku batu bata, batu kali, batu karang dan pecahan kaca, ini menyisakan 13 buah meriam yang masih insitu di dalam benteng karena tidak ada bekas aktifitas penempatan baru. Meski dicurigai, beberapa di antaranya telah hilang dari tempat asalnya, ini dikarenakan pada sudut barat laut sama sekali tidak ditemukan meriam. Dilihat dari bentuk bangunan pada sudut tersebut serupa dengan sudut-sudut lainnya sebagai pos penjagaan dan pengintaian. Hilangnya meriam juga diketahui dari bekas pondasi meriam di lantai II tepat di atas pintu gerbang.

Ruang-ruang pada lantai I yang terdapat di sepanjang tembok berada dalam kondisi memprihatinkan. Pada sudut barat laut bahkan telah tertimbun tanah sekitar, sehingga sulit untuk diidentifikasi. Pada ruang sepanjang 15,80 m di pintu gerbang dan pada dinding sisi luarnya terdapat tumpukan batako, yang tidak ada konteksnya dengan benteng. Begitu pula kondisi bangunan penjagaan di belakang pintu gerbang, yang tersisa hanyalah puing.
Benteng Kota Naka

Benteng ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18. Letaknya hanya beberapa meter di samping kiri Kedaton (Keraton) Sultan Ternate di atas sebuah bukit. Benteng ini diberi nama sesuai dengan penyebutan ”naka” (nangka), yang menurut masyarakat sekitar hal itu berkaitan dengan aroma nangka yang dapat tercium dari kejauhan. Apakah pernah terdapat pohon nangka, sejauh ini tidak dapat diketahui dengan pasti. Ini dipersamakan dengan dengan fungsi benteng ini, yaitu untuk mengawasi gerak-gerik sultan dalam menyelenggarakan pemerintahan selain untuk benteng pertahanan Belanda. Artinya bahwa berita dari benteng ini lebih cepat menyebar di masyarakat tentang kondisi kerajaan.

Saat ini benteng Kota Naka telah mengalami penambahan struktur temboknya, meninggi 2 (dua) meter dari batas atas tembok aslinya. Begitu pun dengan bangunan di dalamnya, kini merupakan rumah kecil dalam bentuk kebanyakan. Pada dinding tembok bagian depan, telah berubah menjadi hiasan dinding mirip dinding kolam taman.

Benteng Kastela


Benteng ini dibangun oleh Antonio de Brito pada tahun 1521 dengan nama Nostra Senora del Rosario, kemudian dilanjutkan oleh Garcia Henriques pada tahun 1525 dan pada tahun 1530 oleh Gonzalo Periera serta yang terakhir diselesaikan oleh Wali Negeri kedelapan Jorge de Gastro pada tahun 1540.

Di benteng inilah terjadi pembunuhan terhadap Sultan Khairun oleh Antonio Pimental atas perintah Gubernur Portugis Lopez de Mosquita pada tanggal 27 Februari 1570. Atas peristiwa tersebut putra Sultan Khairun, Baabullah (1570-1583) bangkit melawan Portugis dan akhirnya Portugis terusir dari benteng Kastela dan Ternate pada tahun 1575.

Saat terjadi pengepungan dan penyerangan benteng ini dan kota oleh orang Spanyol setelah tanggal 1 April 1606, maka Spanyol cepat menguasai beberapa posisi yang dipertahankan dan mengambil lima puluh tiga meriam tembaga besar yang ada di dalam benteng. Dalam penyerbuan di kota ini mereka menemukan barang rampasan berharga lainnya. Di dalam balai dagang Belanda mereka mendapatkan satu gudang dengan dua ribu ducat, peti penuh dengan barang dagangan dan cengkeh dalam jumlah banyak. Bagi mereka pertempuran sehari itu mengakibatkan lima belas orang meninggal dan dua puluh orang luka-luka. Sedangkan orang Ternate kehilangan prajurit paling sedikit dua kali lebih banyak serta miliknya yang berharga.

Orang Spanyol mencantumkan sebagai persyaratan pertama untuk perdamaian bahwa Sultan harus menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Spanyol kemudian mereka (Spanyol) akan menjamin keamanan pribadinya. Sultan Said setuju untuk kembali (ke Ternate ?). Spanyol memakai kedatangannya kembali untuk mengadakan beberapa upacara pemerintahan yang menunjukkan hormat kerajaan kepadanya.